
Dear Tuhan,
Tuhan, ini saya, Charles. Besok, umur saya bertambah menjadi 12 tahun. Jika Anda memperhatikan, surat ini saya ketik karena saya tidak mampu menulis. Para dokter menyebut ini dysgraphia. Saya juga mengalami gangguan Attention Deficit Disorder-kata dokter ketidak mampuan untuk mengontrol otak & tindakan saya. Saya pernah menjalani tes IQ, dan hasilnya 140, tapi jika Anda membaca tulisan saya, mungkin Anda akan menganggap saya anak Idiot.
Saya tidak pernah bisa memegang pensil dengan benar. Saya tidak pernah bisa mewarnai gambar, saya tidak bisa membuat garis yang lurus. Setiap kali saya mencoba, tangan saya kram, huruf yang saya tulis tidak terbaca, garis yang saya buat sangat tebal dan hampir lurus pun tidak, warna dari spidol akan mengotori tangan saya. Tidak ada satu orang teman pun yang mau bertukar kertas hasil ulangan dengan saya untuk dikoreksi karena mereka tidak bisa membacanya.. Keith bisa membaca tulisan saya, tapi sekarang dia sudah pindah sekolah.
Otak saya tidak bisa merespon atau merasakan apa yang sedang dilakukan oleh tangan saya. Saya bisa memegang pensil, tapi otak saya tidak bisa merasakan pensil tersebut. Saya harus menggenggam pensil itu kuat-kuat agar otak saya bisa tahu kalo dalam genggaman saya ada sebatang pensil.
Akan lebih mudah bagi saya untuk menjelaskan sesuatu dengan cara berbicara daripada menuliskannya. Saya mempunyai kemampuan lebih pada pelajaran membaca & berbicara didepan kelas, tapi para guru tidak pernah mengijinkan saya. Seandainya saya diminta untuk menulis esai tentang perjalanan saya dari Washington ke Philadelphia, tugas itu suatu hukuman berat bagi saya. Tapi jika saya bisa menceritakan didepan kelas, saya akan menceritakan ke teman-teman betapa hebat dan menyenangkan bisa melihat Deklarasi kemerdekaan di gedung Arsip nasional atau perasaan patriotisme yang mendorong jantung saya berdetak kencang ketika berdiri di ruangan dimana para pahlawan berdebat masalah kemerdekaan.
Jika saya harus menjalani ujian seni, saya yakin tidak akan lulus. Banyak hal yang bisa saya gambar di pikiran saya, tapi tangan saya tidak mampu menggambarkan apa yang saya pikirkan. Tidak apa-apa, saya tidak akan mengeluh. Saya baik-baik saja. Anda pasti tahu, Anda telah memberi saya pikiran yang hebat dan rasa humor yang tinggi. Saya pandai memecahkan masalah, dan saya suka sekali berdiskusi. Kelas kami ada pelajaran diskusi tentang Injil, disinilah saya bisa “bersinar terang” dan dikagumi teman-teman dan guru pembimbing.
Jika saya dewasa kelak, saya ingin menjadi pengacara. Saya yakin saya akan hebat. Saya akan bertanggung jawab pada pemeriksaan setiap kejahatan, memeriksa barang bukti dan mempresentasikan semuanya di pengadilan dengan jujur dan adil.
Anda pernah berkata bahwa Anda menciptakan saya dengan sangat istimewa. Anda telah myakinkan saya bahwa Anda akan menjaga dan mengawasi saya dimana pun saya berada. Dan Anda juga telah mempunyai rencana untuk harapan dan masa depan saya.
Orang tua saya ingin membantu, jadi mereka memberikan Laptop untuk saya bawa ke sekolah. Wali kelas saya yang terbaik tahun ini! Saya diperbolehkan mengerjakan tugas-tugas dengan Laptop. Setiap hari jum’at, kami diharuskan untuk menggambarkan perasaan kami – berbentuk smiley, coba tebak, saya diperbolehkan menggunakan program Print Shop Deluxe. Untuk pertama kalinya, saya bisa menunjukkan pada teman-teman apa yang ada dipikiran dan hati saya lewat gambar.
Tuhan, ini adalah surat ucapan terima kasih saya, bukan keluhan saya, saya hanya ingin meyakinkan Anda bahwa saya baik-baik saja selama ini. Anda pasti tahu, hidup terkadang sangat berat bagi saya, tapi saya menganggap ini suatu tantangan. Saya mempunyai keyakinan bahwa saya bisa menghadapi semua ini. Terima kasih telah menciptakan saya sebagai saya. Terima kasih karena telah mencintai saya dengan tanpa syarat. Terima kasih untuk semuanya Tuhan.
Hambamu,
Charles
Ditulis oleh Charles Inglehart, umur 12 tahun (penderita dysgraphia & ADD) untuk Chicken Soup for the Kid's Soul
Membaca